Selasa, 04 September 2012

Menpehtyre Ramses I (1292-1290 SM)

 
Menpehtyre Ramses I (1292-1290 SM)

adalah firaun Mesir Kuno yang mendirikan dinasti ke-19. Tanggal kekuasaannya yang singkat tidak diketahui tetapi tahun 1292-1290 SM sering digunakan sebagai tahun kekuasaannya 1295-1294 BC.

Sementara Ramses I adalah pendiri dinasti ke-19, kekuasaannya yang singkat menandai transisi antara kekuasaan Horemheb yang menstabilkan Mesir dan kekuasaan Firaun yang kuat pada dinastinya, dengan Seti I dan Ramses II, yang akan membawa Mesir sebagai kekuatan imperial baru.


Menmaatre Seti I (juga disebut Sethos I) adalah firaun Mesir Kuno (dinsati ke-19), putra Ramses I dan Ratu Sitre. Menmaatre Seti I dan Ratu Tuya (Tuy atau Mut-Tuya) adalah orang tua Ramses II, Putri Tia dan kemungkinan Henutmire. Ia adalah putri dari Raia yang merupakan perwira militer.

Istri Seti I yaitu Tuya meninggal segera setelah kekuasaan Ramses selama 22 tahun dan dikubur di makam di Lembah Ratu-Ratu

Tanggal kekuasaan Seti I yang sebenarnya belum jelas, dan berbagai sejarawan mengklaim tanggal yang berbeda, dengan 1294 hingga 1279 SM yang paling umum digunakan ahli saat ini. 1290 BC to 1279 BC


Ramses II (Ramses yang Agung) adalah firaun Mesir ketiga yang berasal dari dinasti ke-19. Ia sering dianggap sebagai firaun terbesar dan terkuat di Mesir Kuno. Sebagai firaun, Ramses II memimpin beberapa ekspedisi ke Israel, Lebanon dan Suriah. Ia juga memimpin ekspedisi ke Nubia.

Pada awal kekuasaannya, ia fokus dalam pembangunan kota, kuil dan monumen. Ramses II mendirikan kota Pi-Ramesses di Delta Sungai Nil sebagai ibukota barunya dan basis utama untuk kampanye militernya di Suriah.

Pi-Ramesses (Pi-Ramesses Aa-nakhtu, berarti "Rumah Ramesses, Besar dalam Kemenangan") adalah ibukota baru yang dibangun oleh firaun dinasti ke-19 Mesir, Ramses II (berkuasa 1279 - 1213 SM), di Qantir, dekat situs lama Avaris. Sebelumnya, kota ini menjadi istana musim panas firaun Seti I (c.1290 SM - 1279 SM) dan mungkin awalnya didirikan oleh Ramses I (c.1292-1290 SM) ketika bekerja untuk firaun

Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa kesejahteraan yang tak tertandingi sebelumnya. Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik dengan tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I dan cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh firaun ke Suriah dan Nubia, memperkuat kesetiaan, dan membuka jalur impor komoditas yang penting seperti perunggu dan kayu. Firaun-firaun Kerajaan juga memulai pembangunan besar untuk mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis di Karnak. Para firaun juga membangun monumen untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik nyata maupun imajiner. Firaun perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda semacam itu untuk mengesahkan kekuasaannya.[43] Masa kekuasaannya yang berhasil dibuktikan oleh ekspedisi perdagangan ke Punt, kuil kamar mayat yang elegan, pasangan obelisk kolosal, dan kapel di Karnak.
Patung Ramses II di
pintumasuk kuil Abu Simbel.
 
Sekitar tahun 1350 SM, stabilitas Kerajaan Baru terancam ketika Amenhotep IV naik tahta dan melakukan reformasi yang radikal dan kacau. Ia mengubah namanya menjadi Akhenaten. Akhenaten memuja dewa matahari Aten sebagai dewa tertinggi. Ia lalu menekan pemujaan dewa-dewa lain. Akhenaten juga memindahkan ibukota ke kota baru yang bernama Akhetaten (kini Amarna). Ia tidak memperdulikan masalah luar negeri dan terlalu asyik dengan gaya religius dan artistiknya yang baru. Setelah kematiannya, kultus Aten segera ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya, yaitu Tutankhamun, Ay, dan Horemheb, menghapus semua penyebutan mengenai bidaah Akhenaten.

Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak kuil, mendirikan patung-patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih banyak daripada firaun-firaun lain dalam sejarah. Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya melawan bangsa Hittite dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan (stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar 1258 SM.

Kekayaan menjadikan Mesir sebagai target serangan, terutama oleh orang-orang Laut dan Libya. Tentara Mesir mampu mengusir serangan-serangan itu, namun Mesir akan kehilangan kekuasaan atas Suriah dan Palestina. Pengaruh dari ancaman luar diperburuk dengan masalah internal seperti korupsi, penjarahan makam, dan kerusuhan. Pendeta-pendeta agung di kuil Amun, Thebes, mengumpulkan tanah dan kekayaan yang besar, dan kekuatan mereka memecahkan negara pada masa Periode Menengah Ketiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar