Rabu, 05 September 2012

Kerajaan mesir kuno


Kerajaan mesir kuno terbagi atas kerajaan
mesir tua,
kerajaan mesir tengah,
dan kerajaan mesir baru.

a. Kerajaan mesir tua (3400-2160 SM)

Raja pertama mesir tua adalah raja Menes, ia dilukiskan sebagai raja yang memakai mahkota kembar dan berkedudukan di Thinis. Raja-raja mesir tua lainnya adalah Chufu, Chefren, dan Menkaure. Raja-raja mesir kuno gemar berperang. Raja Pepi (2500 SM) misalnya, berusaha mendapatkan budak untuk dipekerjakan membangun istana. Setelah raja Pepi II wafat, kerajaan mengalami kemunduran. Sebab lain dari kemunduran ini adalah terjadinya perang saudara memperebutkan kekuasaan oleh kaum bangsawan.

Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa Kerajaan Lama. Kemajuan ini didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian, yang dimungkinkan karena pemerintahan pusat dibina dengan baik. Di bawah pengarahan wazir, pejabat-pejabat negara mengumpulkan pajak, mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan petani untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan untuk menjaga keamanan. Dengan sumber daya surplus yang ada karena ekonomi yang produktif dan stabil, negara mampu membiayai pembangunan proyek-proyek kolosal dan menugaskan pembuatan karya-karya seni istimewa. Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan keturunan mereka, merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang paling diingat.

Seiring dengan meningkatnya kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis (sesh) dan pejabat berpendidikan, yang diberikan tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa mereka. Firaun juga memberikan tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memuja firaun setelah kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik feudal pelan-pelan mengikis kekuatan ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai pemerintahan terpusat yang besar. Dengan berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM, sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan perselisihan selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir

b. Kerajaan mesir tengah (2160-1788 SM)

Pada tahun 1880 SM raja Thebe, Sesotris III, berhasil mempersatukan kembali mesir kuno dari kehancuran. Ia kemudian meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke Palestina dan Sudan. Tetapi, akibat serbuan bangsa Hykos, kerajaan mesir pertengahan mengalami kehancuran. Bangsa Hykos ini berhasil menguasai mesir dan palestina. Ia mendirikan pusat kedudukan Awaris. Keistimewaan bangsa Hykos ini adalah dalam berperang menggunakan baju besi dan kereta perang yang ditarik oleh kuda.

Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara, sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen. Mentuhotep II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibukota ke Itjtawy di Oasis Faiyum Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur pertahanan di Delta Timur, yang disebut "tembok-tembok penguasa", sebagai perlindungan dari serangan asing.

Maka populasi, seni, dan agama negara mengalami perkembangan. Berbeda dengan pandangan elitis Kerajaan Lama terhadap dewa-dewa, Kerajaan Pertengahan mengalami peningkatan ungkapan kesalehan pribadi. Selain itu, muncul sesuatu yang dapat dikatakan sebagai demokratisasi setelah akhirat; setiap orang memiliki arwah dan dapat diterima oleh dewa-dewa di akhirat. Sastra Kerajaan Pertengahan menampilkan tema dan karakter yang canggih, yang ditulis menggunakan gaya percaya diri dan elok, sementara relief dan pahatan potret pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian yang lembut, yang mencapai tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.

Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos
 
 c. Kerajaan mesir baru (1500-1100 SM)

Dengan meniru kepandaian bangsa Hykos, raja Thebe, Ahmosis I, berhasil mengusir bangsa Hykos. Di bawah kekuasaan raja Thutmosis III, kerajaan mesir tua dapat dibangun kembali. Daerah kekuasaannya menjadi luas mencakup palestina, syria, mesopotamia, cyprus, dan sudan. Kerajaan mesir baru kemudian pecah setelah wafatnya raja Tutakharmon (1350 SM). Perebutan kekuasaan dimenangkan oleh raja Ramses II (1298 SM). Kerajaan mesir tua semakin terkenal pada masa pemerintahan dipegang oleh Wangsa Ptolomeus (332-30 SM). Permaisurinya yang terkenal cantik bernama Cleopatra.

Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa kesejahteraan yang tak tertandingi sebelumnya. Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik dengan tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I dan cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh firaun ke Suriah dan Nubia, memperkuat kesetiaan, dan membuka jalur impor komoditas yang penting seperti perunggu dan kayu. Firaun-firaun Kerajaan juga memulai pembangunan besar untuk mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis di Karnak. Para firaun juga membangun monumen untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik nyata maupun imajiner. Firaun perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda semacam itu untuk mengesahkan kekuasaannya. Masa kekuasaannya yang berhasil dibuktikan oleh ekspedisi perdagangan ke Punt, kuil kamar mayat yang elegan, pasangan obelisk kolosal, dan kapel di Karnak.

Dibawah pemerintahan Ahmose I, raja pertama dari dinasti ke-18, Mesir sekali lagi bersatu kembali. Selama dinasti ke-18, Mesir mengambil kembali kontrol atas Nubia dan memulai kampanye militer di Palestina, bentrok dengan kekuatan lain di daerah seperti Mitannians dan Hittites. Negara ini kemudian mendirikan kerajaan besar pertama di dunia, membentang dari Nubia ke Sungai Efrat di Asia. Selain raja-raja yang kuat seperti Amenhotep I (1546-1526 SM), Thutmose I (1525-1512 SM) dan Amenhotep III (1417-1379 SM), Kerajaan Baru terkenal karena peran perempuan kerajaan seperti Queen Hatshepsut ( 1503-1482 SM), yang mulai memerintah sebagai seorang bupati untuk anak tirinya yang masih muda (ia kemudian menjadi Thutmose III, pahlawan terbesar militer Mesir), namun naik untuk memegang semua kekuasaan firaun.

Sang kontraversial Amenhotep IV (c. 1379-1362), dari dinasti ke-18 akhir, melakukan sebuah revolusi agama, melakukan pembubaran imamat didedikasikan untuk Amon--Re (kombinasi dari dewa local Theba Amon dan dewa matahari Re) dan memaksa secara eksklusif menyembah dewa matahari lain, Aton. Mengganti nama dirinya Akhenaton ("hamba dari Aton"), ia membangun ibukota baru di Mesir Tengah yang disebut Akhetaton, yang dikenal kemudian sebagai Amarna. Setelah kematian Akhenaton, ibukota kembali ke Thebes dan Mesir kembali menyembah banyak dewa. Dinasti ke-19 dan ke-20, yang dikenal sebagai periode Ramesside (untuk garis raja yang bernama Ramses) memperlihakan pemulihan kerajaan Mesir yang tengah melemah dan menghasilkan sejumlah bangunan yang mengesankan, termasuk kuil besar dan kota. Menurut kronologi alkitabiah, hijrahnya Nabi Musa dan Bani Israel dari Mesir mungkin terjadi selama masa pemerintahan Ramses II (1304-1237 SM). 

Semua penguasa Kerajaan Baru (dengan pengecualian Akhenaton) yang dikuburkan di dalam, kuburan batu (tidak di piramida) di Lembah Para Raja, lokasi kuburan di tepi barat Sungai Nil berlawanan dengan Thebes. Kebanyakan makam mereka dirampok dan dihancurkan, dengan pengecualian makam dan harta Tutankhamen (c.1361-1352 SM), ditemukan sebagian besar masih utuh di AD 1922. Kuil indah dengan kamar jenazah raja besar terakhir dari dinasti ke-20, Ramses III (c. 1187-1156 SM), juga relatif terawat, dan menunjukkan masih menikmati kemakmuran Mesir pada masa pemerintahannya. Raja-raja yang mengikuti Ramses III kurang berhasil: Mesir kehilangan provinsi di Palestina dan Suriah dan menderita akibat invasi asing (terutama oleh Libya), meskipun kekayaan tetap mencukupi tetapi perlahan-lahan akan habis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar